Ajari Aku Mencintai-Nya
Share +
Cerpen,
Rate this Post:
{[['
', '
', '
'], ['
', '
', '
'], ['
', '
', '
'], ['
', '
', '
'], ['
', '
', '
']]}
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_1.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_1.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_1v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_2.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_2.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_2v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_3.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_3.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_3v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_4.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_4.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_4v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_5.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_5.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_5v.gif)
Permalink:
Namanya
Furqan. Dia adalah satu-satunya murid laki-laki di sekolah ini yang tidak
terpesona padaku. Oke, karena tidak ada yang tidak terpesona padaku, maka
kukatakan dia adalah satu-satunya murid laki-laki di sekolah ini yang BELUM
terpesona padaku.
Sebelumnya
perkenalkan orang-orang memanggilku Honey. Itulah sebutanku di sekolah
ini. Mungkin karena kecantikanku dan
kemanisan wajahku ini. Bisa dibilang aku adalah murid tercantik dan terpopuler
di antara semua murid cewek di sekolah ini bahkan senior kelas XII sekalipun.
Dengan kepopuleran itu selama bersekolah hampir dua tahun di SMA ini, tidak ada
murid laki-laki di sekolah ini yang tidak mengakui kecantikanku. Mereka memuji
kecantikanku, dan tentu saja terpesona padaku.
Setiap
hari lokerku dipenuhi coklat dan surat warna pink dari mereka yang menyukai ku
dan berninat menjadikanku pacarnya. Tidak hanya coklat dan surat cinta, mereka
yang nekat bahkan mengadakan semacam cara gila untuk menyatakan perasaannya
padaku mulai dari aksi romantis ‘berlutut di depanku di depan umum’ sampai pakai acara mau bunuh
diri. Dan kebanyakan dari mereka harus patah hati.
Asal
kalian tahu saja, aku juga menetapkan beberapa standar dan hanya sedikit orang
yang bisa memenuhi standar itu. Pernah sekali aku berpacaran dengan Ketua Osis
yang merupakan cowok terpopuler di sekolah. Pernah juga aku berpacaran dengan
Ketua Tim Basket yang juga merupakan cowok terkeren di sekolah. Tidak
ketinggalan cowok tercupu di sekolah ini pun tidak terlewatkan.
Aku bukan
gadis pemakai jilbab
walaupun memang kuakui
aku Islam. Menurutku, banyak
cewek yang memakai jilbab tapi tetap saja kelakuannya bahkan jauh
lebih rendah dari
pada yang tidak
berjilbab. Aku hanya menginginkan suatu saat ketika aku berjilbab,
aku bisa memakai jilbab itu dan mengaplikasikannya di dalam penampilanku dan
kepribadianku. Benar-benar sesuatu yang nyaris mustahil.
Betapa
pun aku ingin memulainya, entah mengapa ada saja halangannya. Seperti, ketika
aku menyampaikan cita-citaku
itu pada Rina,
cewek yang KUKIRA sahabatku. Apa
yang terjadi ketika aku cerita tentang ‘cita-cita’ku itu? Diluar dugaan dia
malah menertawaiku dan malah mengatakan ‘lo kesurupan apa, Hone (baca: han)’
Walaupun
aku bukan pemakai jilbab, tapi kurasa kelakuanku juga tidak seperti yang
dipikirkan orang-orang. Aku gadis yang baik, aku tidak pernah mengambil pacar
orang, aku juga tidak pernah di luar rumah di atas pukul 7 malam. Kalaupun aku berkencan dengan pacar-pacarku
selama ini, itu semua hanya dilakukan di siang menjelang sore hari. Dan yang
terpenting, aku juga tidak pernah berpacaran dengan cowok-cowok yang
pergaulannya ‘rusak’. Oke, sekian dariku. Sekarang Furqan.
Namanya
saja Furqan. Nama itu entah mengapa ketika kusebut, aku selalu merasakan
perasaan yang aneh. Furqan. Furqan. Furqan. Dia cowok yang kalau bisa dibilang
benar-benar-benar-benar shaleh. Dia kelas XI IPS D. Kerjanya, kalau
bukan di mushallah sekolah pasti ada di perpustakaan bagian sejarah Islam dan
hukum-hukum Islam. Anak yang benar-benar religius. Sangat jarang atau bahkan
sudah tidak ada di seantereo Bandung ini.
Pernah kudapati
saat aku dalam
perjalanan menuju sekolah,
ia memberhentikan sepedanya dan membantu seorang nenek renta menyeberang
jalan. Pernah juga dia kudapati membagikan nasi bungkus pada gelandangan yang
terletak di persimpangan sana, lagi-lagi dengan sepeda tuanya.
Dia
anak yang baik. Bukan sekedar baik. Tapi, ah! Susah dijelaskan. Furqan.
Tidak pernah sekalipun
aku melihatnya bersentuhan
tangan bahkan duduk dengan cewek mana pun dalam radius 10 meter. Aku juga tidak pernah melihatnya
tanpa kopiah atau pun dengan Al-quran mini di tangannya.
Dan
sosok Furqan yang sangat religius itulah yang membuatku sangat terpesona
sekaligus sangat penasaran padanya.
Tanpa
kusadari setiap aku lewat di depan kelasnya, kepalaku selalu menengok ke dalam
kelasnya mencari sosok Furqan dengan alasan ingin melihat-lihat stok cowok XI
IPS D. Tanpa kusadari juga, aku malah lebih betah di mushollah setiap
pulang sekolah memerhatikan
sosok Furqan yang
sedang membaca AlQurannya.
Semakin
lama kuperhatikan, semakin aku terjebak oleh pesona religius Furqan. Mungkin
dia adalah orang yang bisa merubahku menjadi diriku yang kuinginkan. Aku ingin
menjadi wanita mushlimah seutuhnya.
“Furqan
ada?” aku menengok ke dalam kelas XI IPS D saat jam istirahat. Sudah
kupastikan, Furqan pasti sedang membaca Al-qurannya di pojok ruangan dekat
jendela. Seketika seisi kelas memandangiku dan Furqan secara bergantian.
The
School’s Princess one bertemu dengan The School’s Religious one. Semua merasa
aneh dengan itu. Dan sebenarnya kalau boleh jujur, aku juga merasa aneh.
Aku
duduk kira-kira 7 meter di depan Furqan. Kami berdua hanya duduk tanpa tahu
harus memulai dari mana percakapan ini.
“maaf
mengganggumu dan menyita waktumu” aku bicara tanpa melihatnya dan malah
memerhatikan bunga-bunga yang ada di sekelilingku.
“kalau
kau bicara seperti itu, berarti ada sesuatu yang penting” jawabnya dengan nada
datar. Entah mengapa saat ini aku baru menyadari kekerenan, pesona, dan
ketampanan Furqan.
“hmm…”
aku berdehem “aku ingin menjadi wanita mushlimah seutuhnya. Bisa kau
membantuku?”
Furqan
menampakkan ekspresi heran sesaat dan akhirnya dia tersenyum. Sudah kubilang dia
itu tampan. “dengan senang hati akan aku bantu”
Aku
berdehem “aku ingin menjadi wanita
mushlimah seutuhnya. Bisa kau membantuku?”
Furqan
menampakkan ekspresi heran sesaat dan akhirnya dia tersenyum. Sudah kubilang
dia itu tampan. “dengan senang hati akan aku bantu”
Aku masih
saja terbayang dengan
percakapan pertamaku dengan
Furqan kemarin. Entah mengapa saat kukatakan aku ingin menjadi wanita
muslim seutuhnya, di luar dugaanku, ia malah akan membantuku. Memang aku yakin
dia akan membantuku, tapi bisa saja dengan image-ku selama ini, dia malah akan
menertawaiku.
Dia
berbeda dengan yang lain. Aku yakin itu dan memang, ia berbeda dengan yang
lain. Dia anak SMA jurusan IPS yang sangat religius. Kemarin, aku datang
menemuinya di kelas untuk mengembalikan buku ibunya, aku sadar, semua orang
pasti memerhatikan kami dan pasti berita itu akan tersebar sampai seantereo
sekolah.
Tapi,
setidaknya kumohon, jangan sampai Ryan yang mengetahui itu.
Oke,
sekedar info saja, sekarang status ku sedang tidak berada dalam status jomblo.
Yang parahnya lagi, pacarku saat ini over protectif padaku. Bertemu dengan
orang lain saja aku harus melapor padanya. Kuharap Ryan tidak tahu ini,
walaupun ini nyaris mustahil.
“untuk
menjadi seorang muslimah yang kau inginkan..” seperti biasa Furqan sedang
berada di perpustakaan membaca buku-buku agama lainnya. Tapi, kali ini dengan
kehadiranku di sini, jadilah kegiatan Furqan berubah. Ia bagaikan guru
kepribadian bagiku.
Furqan memberitahuku
semua yang ia
ketahui tentang menjadi
seorang muslimah yang baik. Mulai cara berbusana sampai cara bersikap
semua ia ajarkan padaku. Termasuk hukum berpacaran dalam Islam yang tidak
pernah kuketahui dari dulu.
Sadar
atau tidak, aku mulai mengucapkan assalamualaikum dalam menjawab teleponku.
Setiap aku bertemu dengan teman-temanku, aku tersenyum dan mengucapkan salam.
Aku juga tidak lagi menggunakan pakaian yang terlalu ketat, dan aku juga tidak
lagi mengumbar senyum sana sini bahkan aku menjadi salah satu anggota remaja mushollah
di sekolahku.
Dengan
perubahan ini, aku mulai
merasa tenang, damai,
dan akh! Susah dijelaskan, intinya semua ini memberiku
banyak perubahan yang sangat sangat bermanfaat bagiku.
Sekarang
mengenai Furqan. Sekarang ia sudah mulai bersahabat denganku. Entah itu
cuman khayalanku semata
atau memang dia
sepertinya memerlakukanku berbeda dengan yang lainnya. Apakah ini hanya
perasaan ku atau bukan aku juga tidak tahu pasti.
Saat
pulang sekolah, tiba-tiba saja hujan langsung turun dengan lebatnya. Spontan
aku langsung menuju halte bus terdekat dan berteduh di sana. Siapa sangka di
sana sudah berdiri
Furqan yang juga
sedang menunggu hujan berhenti. Aku tahu itu Furqan dan aku
mengucapkan salam seperti biasa. Dia juga menjawabnya dengan biasa.
Mungkin
Furqan risih dengan keberadaanku dalam jarak kurang dari 5 meter darinya,
Furqan sedikit ke samping untuk memperluas jarak kami. Walaupun itu
berarti sebagian tubuhnya harus terkena hujan. Kemudian aku
dan Furqan hanya sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
“Uswahtun
Hasanah” Furqan membuatku kaget dengan gumamannya. Sudah hampir dua tahun aku
tidak pernah mendengar kata itu. “aku sangat suka nama itu” Furqan berbalik ke
arahku dan berkata“bagaimana menurutmu Uswahtun Hasanah?”
Aku
kaget luar biasa kaget, bagaimana mungkin ia tahu nama asliku. Nama yang bahkan
guru sekalipun sudah lupakan, nama yang sudah tergantikan dengan nama pemberian
teman-teman SMP ku, nama yang bahkan hampir kulupakan. Bagaimana mungkin,
Furqan, bisa mengetahui itu?
“setelah kau
melupakanku, apakah kau
bahkan melupakan nama
aslimu, Uswah?” aku masih tidak berkata-kata mendengar kalimat yang
ditanyakan Furqan.
“kau
lebih cocok menggunakan nama itu, karena nama itu istimewa.” Furqan melepas
kacamatanya, “apa benar kau melupakan aku, Uswah?”
Semua
terasa seperti mimpi. Aku tidak sadar dan mungkin tidak pernah sadar dengan
siapa sebenarnya Furqan itu. Aku tidak pernah menyangka Furqan yang ini adalah
Furqan yang itu. “kadangkala masa lalumu justru datang disaat masa lalu itu
sudah terlupakan” dan kata-kata nenek dulu benar. Hhhh!
hanya
mendesah mendapat kenyataan ini. Hanya mendesah berat dan tidak berbuat apa-apa
karena aku memang tidak bisa berbuat apa-apa. Kalau ia Furqan yang
itu, bagaimana dengan
‘perubahanku-menjadi-muslimah-yangkuinginkan?’ apakah lagi-lagi harus berhenti
di tengah jalan?
Keesokan paginya
begitu aku melewati
gerbang sekolah, mataku
langsung menangkap sosok Furqan dengan sepeda tuanya. Astaga! Aku tidak
bisa berkata apa-apa. Ingin rasanya aku menghilang tapi, saat aku baru saja
ingin berbalik, ia malah melihatku.
Apa
yang harus kulakukan? Dia tersenyum padaku. He-eh? Tersenyum? Aku berbalik ke
belakang memastikan siapa sebenarnya yang sedang ia senyumi. Dan aku mendapati
tidak ada orang disana.
Semuanya
harus kuhadapi. Aku berjalan ke Furqan dan aku tersenyum padanya
“Assalamualaikum…”
“assalamualaikum” aku
menyapa dan tersenyum pada Furqan dengan hati riang, seolah percakapan
kami kemarin tidak pernah terjadi. Saat ini hanya ada satu alasan dalam hatiku,
kumohon buat Furqan melupakan percakapan kami kemarin. Ya, percakapan kami.
Tidak
terasa satu tahun sudah aku mengenakan jilbab ini. Kain putih yang kugunakan
untuk menutup auratku. Benar-benar perubahan yang mencolok dari seorang Honey.
Seorang yang dulunya terkenal dengan image cantik, banyak pacar, banyak mantan,
dan entahlah apalagi. Kalau boleh jujur aku senang dengan perubahanku ini.
Aku
senang bukan berarti semua ini terjadi begitu saja tanpa perjuangan yang keras.
Awalnya, mantan-mantanku mengatakan bahwa aku salah pilih jalan, cewek-cewek
centil yang dulu
selalu bergaul dengan
ku juga bilang
aku kesambet setan entah darimana. Dan paling parahnya lagi, orang tuaku
sendiri bahkan bilang aku sepertinya terkena amnesia, entah terbentur dimana.
Lantas apa yang kulakukan? Bukan Honey namanya kalau
tidak melakukan perlawanan dan mematikan orang-orang yang berkata begitu. Tapi,
itu dulu. Sekarang, seperti yang diajarkan Furqan, semuanya akan indah jika
dilandaskan dengan ketulusan dan keikhlasan serta ditopang dengan kesabaran.
Aku
mengerti apa yang Furqan katakan dan melakukan semuanya. Intinya, berkat Furqan
aku bias melalui semua itu dengan baik. Dan sekarang, aku bukan lagi Honey yang
cantik, banyak pacar, banyak mantan tapi menjadi seorang Uswahtun Hasanah yang
muslimah. Merupakan pasangan yang cocok untuk Furqan.
Sekarang,
beralih ke tema lain. Aku adalah pasangan yang cocok untuk Furqan. Siapa yang
bilang itu? Entahlah tidak ada yang tahu. Tidak jelas siapa yang bilang pertama,
atau sejak kapan
gossip itu beredar.
Yang pasti, itu membuatku sadar akan suatu hal. Apa itu?
Perasaan
ku pada Furqan. Sebenarnya, apa perasaanku pada Furqan? Hanya seorang teman,
sahabat, sahabat dekat, atau lebih? Aku masih bingung. Aku merasa perasaanku
pada Furqan lebih dari sepasang sahabat dekat, ya, aku pikir begitu. Sayangnya,
aku tidak pernah memikirkan perasaanku pada Furqan seperti itu. Kurasa, aku
menyebut perasaan ini sebagai sesuatu yang berada antara kagum, sahabat, dan
cinta.
Itulah
perasaanku pada Furqan. Masih mengambang. Tidak jelas. Lantas apa perasaan
Furqan padaku? Bagaimana perasaan seorang Furqan pada ku? Aku masih sibuk
menerka-nerka seperti apa perasaan Furqan padaku, sampai siang ini.
Bel
pulang berbunyi, aku sibuk memasukkan semua buku-bukuku dalam tas dan hendak
pulang. Siapa sangka Furqan sudah berada di depan pintu kelasku. Apa yang dia
lakukan? Tentu saja menungguku.
“Assalaamualaikum“
sapaku pada Furqan dengan senyuman seperti biasa
Furqan
tidak menjawab salamku dan sibuk dengan tatapannya yang menatap… ke arahku!
Mendapati aku sedang ditatap oleh Furqan aku menunduk, berusaha menyembunyikan
wajah ku yang memerah lantaran malu. Furqan menggeleng sebentar dan akhirnya
dia menjawab salamku “Waalaikum salam“ “Ada apa? “
“Tidak ada
apa-apa, aku hanya
mengingatkanmu, bada ashar
nanti, ada pengajian di rumahku.
Ibuku menyuruhmu untuk dating ke pengajian itu. “ Jelas Furqan siap “Kau tidak
ada acara bukan?“
Aku
menggeleng pelan seraya berkata tentu saja tidak kami
berdua berjalan beriringan. Furqan, sepeda tuanya, dan aku. Kami membicarakan
banyak hal. Ya, setidaknya, lebih banyak dari yang dulu. Bahkan, kudapati Furqan
tertawa , mendengar ceritaku
tentang pendapat orang tuaku
mengenai jilbab ku ini. Pemandangan yang langka melihatnya tertawa. Tanpa sadar
aku menatap Furqan.
“Uswah“
panggil Furqan padaku. Nada bicaranya agak aneh. Aku menggeleng sebentar dan
menjawab “Ya?“ menunduk
sebentar dan memberhentikan langkahnya. “Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya.“ Aku
belum pernah menyatakan perasaanku pada
perempuan mana pun. Kuperhatikan keringat dingin mengalir dari leher dan dahi
Furqan. Setegang itukah dia?
“Lalu?“
“Maaf
saja, jika aku menyatakan perasaanku padamu tidak seperti mantanmantan mu yang
lalu.“
Otakku
berjalan lebih lambat dari biasanya. Aku belum bias mencerna apa yang
dikatakan Furqan. Aku
harap kau bersedia menerima
perasaanku padamu. Hening. Aku bahkan bias mendengar dentingan detik jam tangan
Furqan saking heningnya. Padahal, ini jam sekolah. Motor, mobil saling
membunyikan klakson bersahut-sahutan.
“Tidak
bisa.“ Kata-kata itu langsung keluar dari mulutku begitu saja. Refleks.
Aku tidak bisa
menerima perasaanmu itu
Furqan. Mendengar itu
Furqan terkejut begitu pula aku.
“Maksudmu?“
“Aku
tidak bisa menerima perasaanmu itu. Aku belum siap. Aku masih perlu banyak
belajar dengan kemuslimahanku ini.
Sekarang ini, aku
ingin focus Furqan. Aku ingin
focus pada cita-citaku dan cinta-Nya.“ Jantungku berdegup kencang mengatakan
itu. Alhamdulillah, ini cobaan lainnya.
Furqan
tersenyum masam. “Kau benar-benar berubah, Uswahtun Hasanah.“ “Ya, itulah aku
berkat kau.“ Jawabku dengan senyuman juga. “Lalu? Bagaimana perasaanmu padaku?“
Tanya Furqan lagi.
Aku
menghentikan langkahku, begitu juga dengan Furqan. Aku bingung harus berkata
apa, Bismillahhirrahmanirrahim “aku juga punya perasaan yang sama padamu“
dan aku berlari kecil meninggalkan Furqan yang masih mematung dengan jawaban ku
tadi.
REUNI
SMA Negeri 3 Bandung tahun angkatan 2011/2012. Aku membaca pelan undangan reuni
SMA ku ini. Ini akan dilakukan 3 hari lagi. Hhhh! Aku menutup mata pelan.
Berusaha menenangkan pikiranku setelah hampir 6 jam disibukkan mengajar anak TK
ini.
Disaat itulah
aku melihatnya lagi.
Aku melihat kejadian
ketika Furqan menyatakan perasaannya
padaku. Dan betapa
bodohnya aku, aku
malah menolak Furqan. Padahal aku memiliki perasaan yang sama dengannya.
Hhhh!!
Kuharap
aku masih punya kesempatan lagi. Setidaknya untuk melihat Furqan. Menyadari
keinginan ku itu. Aku membuka mata dan mengambil undangan reuni itu. REUNI.
Mungkin Furqan akan dating di sana.
Harus kuakui.
Aku dan Furqan
semacam kehilangan kontak
sama sekali. Terakhir bertemu
dengannya saat aku
pamitan akan kembali
ke Aceh mengikuti Nenekku. Hanya
sampai disitu. Terlebih lagi ponselku yang berisi nomer ponsel Furqan pun raib
dicuri.
Tanpa
tunggu lagi, aku langsung
mengambil tasku dan
menuju ke ruang kepsek. Aku
ingin minta cuti.
Dan siapa sangka
kepsek memberikan cuti seminggu. Ku rasa seminggu itu cukup.
Aku mengucapkan terima kasih.
Sampai
dirumah, aku langsung mengambil baju dan memasukkannya ke dalam tas tangan yang
cukup besar. Aku berencan untuk tinggal disana beberapa hari, setidaknya aku
juga bisa melihat keadaan rumah peninggalan mendiang ayah dan ibu.
Setelah beberapa
hari perjalanan, akhirnya
aku sampai di
Bandung. Aku menuju ke rumah
orang tuaku dulu, dan berharap ada kamar kosong yang bisa kugunakan untuk
tinggal beberapa hari
ini. Pasalnya, rumah
ini sudah dijadikan rumah
kos-kosan. Ya. Mudah-mudahan saja.
Akhirnya
hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Aku diantar oleh Rasma, yang menyewa
kos-kosan di rumahku mengantar ku ke SMA ku tempat reuni itu. Hatiku deg-degan
membayangkan bagaimana Furqan sekarang ini. Aku berdoa dalam hati agar Furqan
bisa hadir dalam Reuni ini. Insya Allah.
Aku
memasuki aula tempat reuni itu. Sampai acara dimulai aku terus saja mencari
Furqan. Aku mendesah mendapati kenyataan bahwa tidak ada Furqan di sini bahkan
setelah acara reuni ini selesai. Dan jadilah reuni yang kutunggutunggu menjadi
hal yang tidak begitu penting lagi.
Sekarang
penyesalan membumbung tinggi dalam hatiku. Semestinya aku tidak menolak Furqan,
semestinya aku tidak pergi ke Aceh, dan semestinya ponselku tidak hilang.
Aku berusaha menyalahkan
semuanya. Bahkan aku
sampai menyalahkan orang tua ku yang meninggal di saat yang tidak tepat.
Aku
khilaf. Astagfirullah, aku mengucapkan kalimat itu berulang kali hingga aku
menitikkan air mata. Aku terduduk di taman dimana aku dan Furqan dulu pertama
kali bicara. Pelan-pelan
air mataku terus
jatuh hingga akhirnya mengalir dengan deras.
“Tidak
ada yang salah“. Aku mengucapkan kalimat itu sambil menyeka air mata yang terus
mengalir di pipiku . “Tidak ada yang salah kecuali aku. Aku benar-benar menyesal“
“Uswah?
Apa itu benar kau? “
Aku
berbalik mendapati suara yang tidak asing lagi di telinga aku. Senyumku merekah
walau dengan air mata yang masih mengalir begitu mengetahui orang itu adalah
Furqan. “Furqan? “
“Ya
ini aku. Furqan. Aku sudah mencari-carimu kemana-mana.“ Aku masih terdiam dan
terus memandangi wajah Furqan. “Apa yang kau lakukan di sini. Ayo, kuantar kau
pulang.“
Aku
menurut saja ketika Furqan memberikan ku isyarat agar mengikutinya. Aku masih
sibuk memandangi punggung Furqan yang masih berjalan ketika tiba-tiba ia
berhenti. Spontan aku pun berhenti.
“Aku
sudah menunggu terlalu lama. 10 tahun Uswah.“ Furqan menunjukkan 10 jarinya
“aku takkan basa basi lagi. Dengan seluruh kesadaranku, restu Allah, dan restu
Orang tua ku“ Furqan berhenti bicara dan menarik napas dalam
“Bismillahirrahmanirrahim mau kah kau menjadi pendampingku sampai Tuhan
mencabut nyawa kita masing-masing?“
Aku
tidak pernah membayangkan ini. Aku dilamar Furqan? Ini sama sekali tidak
ada dalam banyanganku.
Hening. Sampai-sampai aku
bisa mendengar dentingan detik
jam tangan Furqan sama seperti dulu. 10 tahun lalu.
Ketika Furqan menyatakan perasaannya padaku dan aku
menolaknya. Dan malah membuatku menyesal. Aku tidak akan melakukan kesalahan
yang sama. “Bismillahirrahmanirrahim ya, aku bersedia. Agar kau bisa lebih
mengAjari Aku Mencintai-Nya“
- 1 komentar:
2 Perbedaan 1 Hati
Share +
Cerpen,
Rate this Post:
{[['
', '
', '
'], ['
', '
', '
'], ['
', '
', '
'], ['
', '
', '
'], ['
', '
', '
']]}
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_1.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_1.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_1v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_2.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_2.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_2v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_3.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_3.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_3v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_4.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_4.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_4v.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_5.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/5stars_5.gif)
![](http://img.graddit.com/img/gifs/star_5v.gif)
Permalink:
2 Perbedaan 1 Hati adalah slogan saya yang selalu saya gunakan dalam setiap blog yang pernah saya punya, ya itu semua karena menyangkut kisah perjalanan cinta kami yang berusaha dan sebisa mungkin memadukan perbedaanperbedaan selama ini ketika masih pacaran dan setelah menikah. Dan yang terberat adalah ketika perbedaan agama yang begitu mengganjal dalam hati kami masing-masingmenjadi sebuah rintangan yang ditentang oleh orang tua istriku saat itu.
Tak mudah memang memadukan perbedaan untuk dijadikan sebuah persamaan, didalamnya butuh pengorbanan yang musti dilakuin oleh kedua-duanya tapi ketika menyangkut masalah akidah mau tidak mau harus salah satu yang mengalah. Cinta memang tak pernah mengenal suku bangsa ataupun warna kulit, pertemuan kami adalah pertemuan yang sudah ditentukan oleh Yang Maha Kuasa.
Cinta itu buta itulah yang terjadi padaku, walau udah tahu yang akan terjadi seandainya cinta kami bersemi, tapi itulah cinta karena saat itu kami hanya ingin menikmati masa muda kami tak pernah terpikirpun seandainya cinta kami lebih dalam maka perbedaan yang ada akan menjadi letupan disetiap perjalanannya, satu pandangan saat itu adalah toh ini hanya pacaran masalah nikah belum terpikirkan namun ketika kami satu sama lain saling merasakan kecocokan dan saling mengisi kekosongan yang ada hampir selama 5 tahun, bentangan perbedaan yang Awalnya kami mampu tapi lama-kelamaan kami pun tak kuasa menahannya.
Kata putus adalah sebuah perpisahan yang harus saya jalani pertama kali dengan dirinya di tahun 2003 tapi ya itu dia karena cinta akhirnya kami kembali bersatu dan terucap lagi kata putus dan tersambung kembali kata cinta di hati kami.
Kesabaran atas kesetiaan yang aku jalani akhirnya terpecah juga, ketika letupan yang begitu membesar tak dapat aku tahan datanglah seseorang yang memberikan harapan dengan memberikan persamaan dalam kehidupan saya terutama agama, saat itulah rasa bimbang begitu menggelayut dalam hati saya antara pilihan 2 hati yang satu sama lain memberikan arti, sebagai lelaki akhirnya saya berterus terang kepada 2 hati itu kalo saya mendua dengan alasan adanya kebimbangan saya, hhhmmm sungguh jawaban yang saya terima diluar dugaan kedua-duanya menerima alasan saya dan menyerahkan keputusan yang terbaik kepada saya...sungguh kebimbangan saya terasa makin berat, tapi ketika saya
tumpahkan isi hati saya lewat Shalat Istikhoroh yang saya lakukan akhirnya kemantapan pilihan itu datang.....ya akhirnya saya memilih 1 hati yang penuh dengan perbedaan karena hati itu telah mengorbankan sesuatu yang saklar dalam
hidupnya...yaitu pindahnya keyakinan khalisa (nama islam istriku) ke keyakinan yang saya anut.
Akhirnya perjalanan yang penuh liku itu saya tumpahkan dihari saklar kami berdua yaitu 26 Juni 2005, ketika berada dipangkuan ibu saya...saya menangis sejadi-jadinya.....sedih dan bahagia bercampur jadi satu..mengingat saat itu pernikahan kami tanpa ditemani kedua orang tua dan saudara dari isitriku.....ya pernikahan itu terjadi ditempat saya Itulah 2 Perbedaan yang menjadi 1 Hati, teringat sebuah sms yang dulu pernah saya kirim kepada istri saya sampai istri saya menagis......
"....Jika suatu hari aku mati, aku berharap berada dipangkuan kamu sayang dan aku harap kamu tetap tersenyum...."
Makasih buat Hanafishah atas instrumen lagunya dari Hadad Alwi.....yang menemani cerita ini saya buat.....
Idul Akbar